Kesenian dari barang bekas adalah
salah satu jenis hasil karya seni oleh individu ataupun kelompok di
mana bahan - bahannya terdiri dari barang-barang
bekas[1].
Kesenian barang bekas pertama
kali dikenalkan oleh Wensislaus Makur, seorang kelahiran Flores[1].
Beliau
merupakan bekas buruh bangunan di Bali[1].
Wensislaus Makur
membuat tas unik dari limbah karung plastik
beras, sampai menembus pasar konsumen di
Eropa[1].
Barang-barang bekas yang dijadikan karya seni ini adalah bentuk pemanfaatan,
penghematan, dan gerakan untuk menjaga lingkungan[2].
Banyak orang yang sering membuang barang-barang bekas ke tempat
sampah, padahal sebagian masih dapat
dimanfaatkan.
Barang-barang ini sebenarnya layak untuk orang lain,
oleh sebab itu kita harus jeli memanfaatkan barang
tersebut[2].
Pemanfaatan barang bekas
perlu dilakukan karena selain untuk menghemat,kita juga telah turut
menjaga lingkungan[2].
Tak ada rotan, akarpun jadi, begitulah
bunyi salah satu peribahasa Indonesia yang mengandung makna dalam
keadaan terpaksa, kita harus kreatif
untuk bisa memecahkan masalah yang sedang dihadapi dengan
menggunakan alat atau cara - cara yang tidak
biasa[3]. Peribahasa ini tepat digunakan untuk kesenian
dari barang bekas, karena barang yang unik itu tidak hanya dibuat
dengan menggunakan bahan dan teknologi
yang tinggi, tetapi kita bisa memanfaat kan barang bekas dengan cara
yang sangat sederhana[3].
Beberapa contoh
barang bekas yang ada di sekitar kita, seperti [plastik]], bungkus
sabun, bungkusan permen, kardus bekas, kertas bekas atau koran bekas, gelas retak, gelas plastik, sedotan
minuman, benang, boneka, celengan, kaleng bekas, kapas dapat
dimanfaatkan menjadi barang yang mempunyai nilai
estetika[3].
Daftar Isi:
2. Usaha Kesenian
dari Barang Bekas
3. Lihat
Pula
4. Pranala
Luar
5.
Referensi